Sabtu, 04 Agustus 2012

KA Penataran/Dhoho, Serangkaian KA tumpuan masyarakat

Perjalanan diawali dari stasiun Blitar, memang KA yang satu ini memang diminati masyarakat, sehingga saya yang jauh-jauh dari Malang dan harus ke Blitar kehabisan tiket. Karena sistem baru KA Ekonomi sekarang baik jarak jauh atau dekat diatur tempat duduknya. Akhirnya dapat juga tiketnya: keberangkatan jam 16.04 sore. Setelah dipikir-pikir karena perjalanan lama dan berhenti di setiap stasiun, saya putuskan untuk naik rangkaian jam 13.01 yang ternyata merupakan rangkaian jam 10.40 dari malang (sesuai rencana awal ketika akan berangkat dari Malang)

Jam 13.03: dengan tekad kuat saya naik KA yang ditarik lokomotif CC203 0202 Dipo Induk SDT(Sidotopo,Surabaya) ini dengan tiket yang beda jadwal jam. Perjalanan terasa sangat lambat dan lama bahkan menghabiskan 2 jam untuk sampai Kediri, yang aku pikir hanya 1 jam untuk sampai Kediri, akhirnya KA mencapai Kertosono(Persimpangan KA di Jawa Timur) 1 jam kemudian karena KA terhenti di Stasiun Susuhan, Kediri karena mengalah pada KA Kahuripan(Kediri-Padalarang) yang melaju kencang menuju Bandung.

Jam 15.26: KA tiba di Kertosono, menunggu KA Bangunkarta(Jombang-Pasar Senen) yang terparkir di Kertosono menuju Jombang dan KA Sancaka(Surabaya Kota-Yogyakarta Tugu) yang berhenti sejenak mengambil penumpang, serta KA yang saya naiki harus melangsir lokomotif alias mengubah posisi lokomotif yang sebelumnya ada di gerbong K3 paling depan, sekarang di belakang KMP3 tempat saya duduk.

Jam 15.59: akhirnya KA berlepas dari Kertosono, setelah lama menunggu. KA berhenti hanya sebentar di Stasiun-stasiun setelah Kertosono, bahkan di Jombang-pun dimana 50 persen dari okupansi KA Rapih Dhoho terisi, tidak berhenti lama, hanya 5 menit saja.

Jam 17.26: KA terhenti di Stasiun Tarik, Mojokerto, menunggu KA Mutiara Selatan(Surabaya Kota-Bandung), disana(Stasiun Tarik) terlihat jalur KA yang baru dibuat yaitu jalur KA Tarik-Sidoarjo dan menurut rencana akan diperpanjang terus sampai Gununggangsir, Pasuruan.

Jam 18.30: KA terhenti di Stasiun Boharan, Sidoarjo. Menunggu KA Turangga(Surabaya Kota-Bandung) dan merupakan pemberhentian terlama kedua dalam perjalanan ini setelah Stasiun Susuhan, Kediri sore hari-nya.

Jam 19.00: akhirnya KA tiba di Stasiun tujuan saya: Stasiun Wonokromo, Surabaya, dimana mayoritas dari penumpang turun di Stasiun tersebut. Walaupun sebenarnya KA masih diteruskan sampai tujuan akhir: Stasiun Surabaya Kota dan akan mengakhiri perjalanan hariannya di Stasiun Blitar.

Memang banyak fakta yang saya temukan dalam perjalanan ini, seperti: layaknya KRL Loopline Bogor-Jatinegara, KA ini mempunyai 2 rangkaian yang keduanya apabila rute perjalanannya dari Surabaya Kota ke Blitar lewat Malang akan berganti nama menjadi KA Penataran dan setibanya di Stasiun Blitar akan meneruskan kembali ke Surabaya Kota lewat Kertosono dengan nama KA Rapih Dhoho. Selama seharian penuh itulah kedua Rangakaian(SDT dan ML) memutari rute lingkar Jatim itu sebanyak 5 kali sehari. Dan juga Harganya yang murah: disaat naik bus memakai dana sebanyak Rp 12.000 sekali jalan, KA ini justru lebih murah, yaitu Rp 5.500 rupiah sekali jalan. Serta masyarakat yang fanatik akan Kereta ini, karnanya hampir di semua stasiun permberhentian KA ini tiketnya selalu habis karena sistem baru ini, yang memperbolehkan kapasitas KA 125 persen dan per-stasiun kuota tiket selalu dibatasi agar tidak seperti sistem lama yang menyebabkan KA selalu penuh sesak.

Kamis, 02 Agustus 2012

Mahabharata kuno-Rakth Charitra. 2 Cerita 1 kesamaan.

Seperti yang kita ketahui, bahwa Mahabharata adalah kitab Hindu kuno berupa gulungan/buku ber-aksara Devanagari yang berisi cerita pewayangan dan dongeng India yang menggambarkan semua sifat baik dan buruk umat manusia. Namun tahukan anda? Bahwa sekitar tahun 2010 telah dirilis film Bollywood yang berjudul "Rakth Charitra" yang berbentuk 2 sequel yang dimana dari keduanya menyerupai cerita Mahabharata dari awal sampai akhir. Film ini dibintangi oleh Vivek Oberoi, didampingi artis film bahasa Tamil: Suriya Sivakumar , dan Superstar film bahasa Kannada: Sudeep. Kesamaan dari Rakth Charitra dan Mahabharata kuno adalah kesamaan cerita, yaitu tentang memperebutkan kekuasaan daerah oleh kedua kubu, dan yang mengejutkannya lagi...Cerita dalam Rakht Charitra benar-benar terjadi di dunia nyata dan menjadi sejarah di negara bagian Andhra Pradesh, di India selatan.

Cerita bertempatkan di Anantapur, Andhra Pradesh, bermula dari pembunuhan di pagi hari oleh sekelompok orang dari kelompok penguasa di daerah itu yang merupakan perseteruan berdarah yang menjadi tradisi di kota tersebut dari masa ke masa. Kemudian masuklah Pratap Ravi (Vivek Oberoi) yang mendengar ayahnya tergeser dari kekuasaan setelah dibunuh oleh kubu pemberontak, secara cepat dia mengungsi ke pedalaman dan untuk menyelamatkan keluarganya yang tersisa, dan membentuk tim untuk melancarkan aksi balas dendam. Pratap menjadi pemimpin kota dan kelompoknya melancarkan aksi balas dendam dengan menghabisi semua keluarga Reddy yang merupakan lawan dari Pratap.

Cerita sequel pertama habis, berlanjut ke sequel dua, yang menceritakan anggota keluarga Reddy terakhir yang selamat, Surya Narayanareddy (Suriya Sivakumar) yang juga melancar kan aksi balas dendam atas terbantainya semua anggota keluarganya. Balas dendam diawali dengan pem-boman mobil rombongan Pratap Ravi, namun gagal, Surya pun masuk penjara, dan selama dia dipenjara dia berusaha dibunuh oleh orang suruhan dari Pratap. Kemudian dimulailah perang politik secara adil, namun Surya tidak masuk ke partai, melainkan dia menyuruh istrinya untuk masuk partai. Kubu Surya pun menang, Pratap menjadi frustasi dan akhirnya terbunuh oleh Surya yang menyamar menjadi security di suatu pertemuan, Surya kembali ke penjara dan merupakan akhir dari tradisi berdarah tersebut.

Kesamaan inti dari keseluruhan cerita tersebut dengan Mahabharata adalah perebutan kekuasaan yang melibatkan banyaknya orang dan semua macam karakter buruk manusia terpancar dalam kedua macam cerita tersebut. Film Rakth Charita dikategorikan sebagai film dewasa, karena mengandung unsur kekerasan dan pertumpahan darah yang sadis, sutradara film ini, Ram Gopal Varma, menulis di akhir film yang mengatakan bahwa dia membuat film ini karena untuk menjadi kenangan masa lalu yang kelam yang tidak akan terulang lagi dimasa depan, serta turut berduka citanya dia atas jiwa-jiwa yang hilang dari tradisi berdarah Anantapur tersebut. Semoga jiwa-jiwa orang Telugu yang hilang dalam tradisi berdarah tersebut tenang disana dan menjadi pelajaran hidup sebagaimana cerita Mahabharata yang akan selalu dikenang oleh semua orang, Amin...