Kamis, 31 Januari 2013

Menghilangkan Stigma KA Ekonomi


Interior KA Ekonomi
 Mungkin sudah menjadi hal umum kalau yang disebut dengan Kereta api Ekonomi itu pasti berkaitan dengan suasana yang panas, gerah, dan semrawut, memang bila ungkapan yang mengatakan bahwa “Ada Uang ada barang” memang pas untuk hal yang satu ini, yaitu harga murah dan kualitas yang sebanding dengan kualitas pelayanan yang bisa dikatakan “hancur lebur diterjang badai”. Namun sekarang, hal itu semakin tidak terlihat, sejak PT KAI dipimpin oleh Ignasius Jonan selaku Direktur Utama, wajah KA bergerbong oranye biru ini mulai berubah.
Salah satu Interior KA Ekonomi non-AC
Semenjak diadakannnya kebijakan tidak berlakunya tiket “Tanpa Tempat Duduk” yang walaupun itu membuat PT KAI rugi besar dan semakin bergantung pada subsidi pemerintah, memunculkan banyak sekali respon positif akan hal ini, dan juga berlakunya pemesanan H-30 pada KA Ekonomi juga membuat penumpang makin menikmati kemudahan bepergian dengan menaiki “Si Ular Besi” ini, semakin dibuat nyamannya para penumpang, hingga KMP3 (Kereta Makan dan Pembangkit Ekonomi) untuk semua Kereta api Ekonomi Jarak Jauh yang sebelumnya hanya di beberapa KA Ekonomi saja, sekarang dihidupkan demi memanjakan penumpang agar nyaman didalamnya dan menikmati perjalanan sampai tujuannya masing-masing.

K3 AC Biru vs K3 AC Oranye

Kondensor AC Split pada KA Gaya Baru Malam Selatan
Pelayanan ditingkatkan dan memunculkan kelas KA baru, yaitu Ekonomi AC. Dimulai dengan diresmikannya KA Bogowonto relasi Pasar Senen-Kutoarjo (sekarang diperpanjang sampai Yogyakarta) pada tanggal 3 September 2010 yang awalnya diperuntukkan untuk angkutan lebaran tambahan tahun 2010, sampai setahun berikutnya diresmikan KA Gajah Wong relasi Pasar Senen-Lempuyangan, dan akhirnya jumlahnya makin bertambah dengan rute yang berbeda-beda. 
Interior KA Ekonomi AC "Timpalan" pada Gaya Baru Malam Selatan
Sampai pada tahun 2012, kebijakan baru pun muncul, yaitu pemasangan 6 set AC split disetiap Kereta Penumpang Ekonomi, hal semacam ini pernah di ujicobakan di daerah Sumatra Barat, dengan pemasangan AC rumahan pada KA Sibinuang relasi Stasiun Padang-Stadiun Pariaman, dan hasilnya masih bisa dilihat sampai sekarang, hal ini mungkin kurang umum bagi masyarakat di pulau Jawa, dengan demikian direncanakan pada pertengahan 2013, semua KA Ekonomi Jarak Jauh akan menjadi KA Ekonomi AC-full. Tapi bagaimana dengan komparasi­-nya dengan KA Ekonomi AC “Biru”? kita masih bertanya-tanya apakah bisa efisien seperti K3AC Biru buatan PT INKA, sampai nanti ketemu jawabannya, penumpang setia hanya bisa menikmati betapa adem-nya naik KA Ekonomi yang adem beneeeeerrrrrr......
Interior KA Lokal Ekonomi Rangkasbitung

Interior KA Banten Ekspres relasi Jakarta Kota-Merak (sekarang hanya Tanahabang-Merak)

Interior KA Cepat Purwakarta






Jumat, 25 Januari 2013

Mengintip ke markas ex-Klub bola Bali Selatan

Merana menghadap matahari terbenam, pagar tribun di Stadion Gelora Ngurah Rai, Kotamadya Denpasar yang lama tak ter-urus dan memprihatinkan.

Persepakbolaan di Bali, apa kabar dengan mereka ya?

Tentu dibenak kita semua masih ingat dengan nama-nama seperti PS Gelora Dewata '89 Denpasar, Perseden Denpasar, dan Persekaba Kabupaten Badung yang pernah membawa nama persepakbolaan Pulau Dewata ini. Namun setelah hilangnya nama mereka di kancah persepakbolaan tertinggi tanah air, apa kabar dengan mantan Homebase  mereka yang dahulu pernah disesaki oleh suporter mereka yang selalu setia memuja klub pujaannya, kali ini saya akan memberitahukan ke anda semua tentang keadaan terakhir Stadion sepakbola yang dahulu ditempati oleh Perseden, PS GeDe'89, dan Persekaba Kab.Badung.  

STADION GELORA NGURAH RAI


Pintu gerbang depan masuk ke Tribun VIP
 Karena letaknya ditengah kota, maka stadion inilah yang menjadi pembahasan pertama kita. Stadion sepakbola yang satu ini memang paling dikenal diantara pecinta sepakbola bali, khususnya pada mantan klub yang pernah menempati stadion yang terletak di Jalan Melati nomor 64, Kotamadya Denpasar ini, adalah Gelora Dewata '89, klub Liga Sepakbola Utama Indonesia atau Galatama yang namanya begitu diagung-agung kan masyarakat bali, prestasi terbaik dari tim Barak-Putih-Selem ini adalah menjadi runner-up Galatama tahun 1993, kala itu masih diperkuat pemain sepeti Vata Matanu Garcia,Nus Yadera, Misnadi Amrizal dan Ida Bagus Mahayasa. Bahkan kantor Radio Republik Indonesia(RRI) stasiun Bali pun pernah menempatkan studio broadcasting dan kantornya didepan stadion ini untuk menyiarkan secara langsung dan lebih dekat pertandingan-pertandingan yang dilakoni GeDe. Namun, seiring kepindahan kepemilkikan dari HM. Mislan ke Pemkab.Sidoarjo di tahun 2001, persepakbolaan bali di kancah tertinggi pun seakan menghilang tanpa jejak, seperti tidak ada lagi klub yang mencakup nama Bali secara keseluruhan, dan menyisakan Persekaba Badung, Persegi Gianyar, dan Perseden Denpasar, alhasil setelah peninggalan itu, stadion pun seperti tak terurus, bahkan semasa Perseden Denpasar pun tidak ada tanda perubahan berarti pada kondisi stadion tersebut. 
Kondisi Tribun VIP saat ini
Saat ini fungsi stadion ini tidak lain hanya fasilitas olahraga masyarakat, akibat daripada itu dapat kita lihat hasil ulah dari tangan-tangan jahil seperti mencorat-coret stadion, buang sampah sembarangan, dan kerusakan pada pagar tribun, hal ini pun diperparah dengan kondisi lapangan yang sedikit botak, bergelombang dan tidak rata, serta sistem drainase lapangan yang buruk membuat lapangan ini mudah tergenang air walau hujan kecil, meskipun stadion ini pernah dipakai oleh klub Bali DeVata, namun penggunaannya pun hanya sesaat, itupun saat berlaga di Divisi Utama PT Liga Prima Sportindo (LPIS) 2011-2013 setelah mendapatkan lisensi dari Persires Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, kesannya pun hanya seperti klub murahan yang baru saja terdegradasi dari kompetisi teratas negeri ini, karena mengingat kondisi keuangan yang kembang kempis dan kondisi stadion yang memprihatinkan saat itu.
Kondisi lampu stadion yang sudah lama tak terpakai
Setelah badai, ada angin segar, begitulah ungkapan orang tentang adanya penghidupan kembali PS Gelora Dewata yang memakai lisensi Perseba Super Bangkalan, Madura, Jawa Timur untuk berlaga di Divisi Utama PT Liga Indonesia musim 2012-2013, kabar ini muncul karena kedekatan sang owner dari Perseba Super, Vigit Waluyo dengan sang pemilik lama, HM. Mislan, serta kepeduliannya terhadap sepakbola di pulau dewata, kabar renovasi secara besar-besaran pada stadion berkapasitas 20.000 penonton ini pun muncul dan sudah disepakati oleh KONI Prov.Bali, PSSI Pengprov Bali, PSSI Pengcab Kota Denpasar, dan tentunya Pemerintah Kotamadya Denpasar yang sangat mendukung hal ini agar nama Kota Denpasar kembali muncul dengan gairah  baru persepakbolaannya yang sudah lama mati suri.

berikut beberapa foto yang diperoleh dari lapangan
Kondisi terakhir lapangan yang lama tak pakai dan tak terurus secara baik

Langit sunset yang  indah dapat anda lihat di sepanjang running track dan tribun ekonomi

Terlihat dari tribun utara, anak-anak berlatih sepakbola sambil memandang matahari terbenam

Kondisi papan skor yang sudah lama sekali tidak mencatat skor pertandingan

STADION GELORA SAMUDRA, KUTA, BADUNG

Lapangan Gelora Samudra, sedikit tergenang di kala hujan deras

Mungkin orang kurang tahu atau tidak tahu sama sekali dengan keberadaan stadion yang satu ini, terlebih karena mantan klub yang memakainya juga hanya berkutat di Divisi 1 Liga Indonesia, hingga tahun 2006, ada tim Persekaba Kabupaten Badung, sang Naga Besukih/Laskar Keris Badung  yang mengejutkan publik sepakbola tanah air dengan suksesnya dia masuk ke babak perempat final Piala Indonesia 2005 (saat itu bernama Copa Djisamsoe Indonesia 2005) dengan menyingkirkan PSM Makasar yang kala itu kalah WO karena alasan keamanan, dan melawan Persija Jakarta. Sangat disayangkan karena euphoria masyarakat Badung hanya terhanti sampai tahun 2006, karena lagi-lagi, kepindahan kepemilikan yang jadi masalah, berpindah tangannya kepemilikan klub dari Pemereintah Kabupaten Badung ke Pemerintah Kabupaten Yahukimo,Papua yang diduga disebabkan tidak mampunya pemkab dalam membiayai klub,sehingga saat ini rumah mereka di Jalan Blambangan Gang Gelora II dusun Samudra, Desa Adat Kuta ini pun menjadi sepi dari riuh penonton. 

Sisi barat stadion

Sisi timur stadion

Memang tak ada yang spesial dari stadion ini selain karena lokasi Stadion yang masih masuk lingkungan Desa Adat Kuta, dan tidak seperti Stadion di daerah lain yang harus dibiayai Pemkab/Pemkot untuk membangun dan merawat fasilitas, stadion berkapasitas 12.000 penonton ini hanya dibiayai anggaran Desa Adat, bahkan bisa membuat sarana penerangan lapangan yang memadai untuk digelarnya latihan atau pertandingan malam hari, dan diluar dugaan lapangan stadion ini rata dan memiliki sistem drainase lapangan yang sangat baik, sehingga tidak diragukan jika Persires Bali DeVata memakai lapangan ini untuk latihan dan mengadakan ujicoba. Kondisi tribun VIP pun terjaga dengan baik, begitu pula tribun ekonomi di sisi utara yang bersih dari tanaman rambat dan sampah,walaupun masih ditumbuhi rumput seperti halnya Gelora Ngurah Rai di Kota, sayangnya, didekat papan skor terdapat bekas pagar rubuh yang dahulu rusak oleh ulah suporter.
Terlihat tribun VIP dari sebelah barat laut lapangan

Sisi lain dari tribun selatan

Kondisi tribun ekonomi, terlihat tiang lampu yang mulai roboh karena karat dan tipisnya besi penopang

Papan skor yang rindu untuk mencatatkan skor pertandingan, seperti dahulu kala 
Sekian blusukan saya, dan semoga Pemerintah Provinsi Bali yang akan datang, akan peduli terhadap sepakbola di Pulau Dewata ini.

(Foto dan Tulisan: Biyan Mudzaky Hanindito)
(Informasi dan fakta lapangan: Masyarakat, Wikipedia ,http://rsssf.com, Wikipedia, Balipost, Denpost, Suara Merdeka)